Ini Cara Mengoptimalkan LTV dan CAC dalam Strategi Marketing FMCG

By Penulis

Di tengah tekanan efisiensi dan tingginya persaingan harga di industri FMCG, banyak brand masih mengukur keberhasilan marketing hanya dari ROAS atau jumlah penjualan jangka pendek.

Padahal, dua indikator yang lebih penting untuk membangun bisnis jangka panjang adalah Lifetime Value (LTV) dan Customer Acquisition Cost (CAC).

Menurut white paper Redcomm “FMCG Marketing: Spend or Waste?”, brand yang memahami rasio LTV:CAC secara menyeluruh dapat mengoptimalkan anggaran marketing hingga 30%.

Bahkan dapat menciptakan pertumbuhan yang lebih stabil dibanding kompetitor yang hanya fokus pada konversi awal.

Yuk, cari tahu secara lengkap apa itu LTV dan CAC, kenapa penting dalam strategi marketing FMCG, dan cara mengoptimalkannya di artikel ini.

Apa Itu LTV dan CAC?

LTV  atau Lifetime Value adalah nilai total yang bisa dihasilkan dari seorang pelanggan sepanjang hubungan mereka dengan brand.

Semakin tinggi nilainya, semakin berharga pelanggan tersebut untuk dipertahankan.

Sementara CAC atau Customer Acquisition Cost adalah biaya rata-rata yang Anda butuhkan untuk mendapatkan satu pelanggan baru, termasuk biaya iklan, promosi, dan biaya distribusi yang mendukung.

Contoh: Jika Anda mengeluarkan Rp100.000 untuk mendapatkan pelanggan, dan rata-rata pelanggan membeli produk total senilai Rp300.000 selama satu tahun. 

Maka rasio LTV:CAC Anda adalah 3:1. Nah, seharusnya angka idealnya minimal harus di atas 3 untuk menunjukkan efisiensi dan profitabilitas.

Kenapa Rasio LTV:CAC Sangat Penting di FMCG?

Karena rasio ini menunjukkan seberapa efisien dan berkelanjutan strategi pemasaran Anda.

Semakin tinggi LTV dibandingkan CAC, semakin besar potensi keuntungan yang bisa Anda hasilkan dari pelanggan jangka panjang.

Di industri FMCG yang penuh tekanan margin dan kompetisi harga, memahami rasio ini adalah langkah awal untuk mengubah pendekatan dari sekadar mengejar volume penjualan menjadi membangun nilai pelanggan. 

Beberapa alasan mengapa LTV:CAC perlu dijadikan indikator utama dalam mengarahkan strategi marketing jangka panjang, antara lain:

  • Margin tipis, volume besar. Ini menyebabkan bisnis FMCG bergantung pada efisiensi biaya. Jika CAC terlalu tinggi dan tidak diimbangi oleh LTV yang sehat, brand akan merugi meskipun volume penjualan tinggi.
  • Penjualan satu kali bukan jaminan pertumbuhan. Hal ini karena fokus utama bukan akuisisi saja, tapi membangun konsumen loyal yang membeli berulang dan merekomendasikan brand.
  • Retensi lebih murah daripada akuisisi, karena mendapatkan pelanggan baru bisa 5–7 kali lebih mahal daripada mempertahankan yang sudah ada.
  • LTV adalah kunci efisiensi jangka panjang. Ketika brand tahu LTV-nya, maka bisa menentukan berapa besar anggaran yang layak dikeluarkan untuk akuisisi tanpa membakar uang.

LTV  atau Lifetime Value adalah

Masalah Umum Brand FMCG dalam Mengelola LTV dan CAC

Mengoptimalkan LTV dan CAC bukan sekadar tugas teknis, namun tantangan strategis yang harus dipahami oleh semua pebisnis FMCG.

Jika Anda tidak mengenali berbagai hambatan yang muncul dalam proses mengelolanya, maka strategi marketing yang Anda jalankan bisa kehilangan arah dan gagal menghasilkan dampak jangka panjang.

Berikut sejumlah masalah utama yang kerap dihadapi brand saat mencoba mengelola LTV dan CAC secara efisien, di antaranya:

  • Terlalu banyak mengandalkan promosi diskon → memperbesar CAC, tapi tidak meningkatkan LTV secara signifikan.
  • Tidak memiliki CRM atau sistem retensi → sulit mengidentifikasi pelanggan bernilai tinggi.
  • Konten dan aktivasi hanya fokus awareness → tidak membangun ikatan emosional yang mendorong pembelian berulang.
  • Tidak melakukan perhitungan LTV dan CAC secara reguler → strategi budget jadi tidak akurat.

Dari poin-poin di atas sudah terlihat jelas berbagai permasalahan yang umum dihadapi brand FMCG. 

Semua data di atas sesuai dengan data yang dirilis dalam white paper Redcomm, bahwa 60% brand FMCG tidak mengukur LTV pelanggan secara aktif, padahal ini berisiko membuat strategi marketing tidak efisien dan terlalu reaktif.

Jika Anda mengalami masalah yang sama, ada baiknya Anda mempelajari framework lengkap pengelolaan LTV dan CAC di white paper Redcomm “FMCG Marketing: Spend or Waste?”. Download gratis di Peluang & Tantangan Bisnis FMCG di Indonesia Tahun 2025.

7 Strategi Mengoptimalkan LTV dan CAC dalam Bisnis FMCG

Setelah memahami pentingnya LTV dan CAC serta tantangan yang sering dihadapi, sekarang saatnya membahas apa yang bisa Anda lakukan untuk memperbaikinya.

Strategi yang tepat tidak hanya akan membuat anggaran marketing Anda lebih efisien, tetapi juga memperkuat loyalitas pelanggan dan memperbesar peluang pertumbuhan bisnis jangka panjang.

Nah, coba terapkan saja tujuh strategi berikut ini secara bertahap untuk mulai mengoptimalkan LTV dan CAC di brand FMCG Anda:

1. Lakukan Segmentasi Pelanggan Berdasarkan Value

Gunakan data pembelian dan perilaku konsumen untuk mengelompokkan pelanggan. Mana yang membeli rutin, mana yang hanya beli saat diskon. Fokuskan program retensi pada pelanggan bernilai tinggi.

2. Bangun Program Loyalitas yang Terstruktur

Hindari program loyalitas yang generik. Buat skema yang berbasis perilaku dan lifecycle pelanggan. Berikan reward untuk pembelian berulang, referral, atau interaksi dengan brand.

3. Kembangkan Konten yang Meningkatkan Koneksi Emosional

Storytelling, kampanye sosial, atau konten edukatif bisa memperkuat ikatan antara brand dan pelanggan. Konten seperti ini meningkatkan brand affinity dan mendorong LTV naik.

Strategi Jitu Mengoptimalkan LTV dan CAC

4. Kurangi Ketergantungan pada Promo Harga

Diskon memang meningkatkan penjualan, tapi tidak semua menghasilkan pembeli loyal. Coba alihkan sebagian budget ke konten yang memperkuat brand value.

5. Pantau dan Evaluasi CAC Secara Teratur

Hitung semua biaya yang terkait dengan akuisisi, misalnya iklan, influencer, distribusi. Lalu lakukan audit triwulanan. Jika CAC naik terus tanpa peningkatan LTV, saatnya ubah strategi.

6. Gunakan Martech untuk Tracking dan Retensi

Implementasikan CRM, CDP, dan sistem notifikasi terpersonalisasi. Dengan ini, Anda bisa mengingatkan pelanggan yang mulai pasif, mempersonalisasi penawaran, dan meningkatkan repeat rate

Redcomm, sebagai digital marketing agency Indonesia, telah membantu banyak brand FMCG membangun sistem martech yang terintegrasi, mulai dari tracking perilaku pelanggan, hingga menyusun journey retensi berbasis data.

Dengan pendekatan ini, brand bisa melakukan komunikasi yang lebih relevan dan otomatis, tanpa harus menambah beban tim internal secara signifikan.

7. Kembangkan Model Prediktif untuk LTV

Gunakan historical data untuk memprediksi LTV pelanggan baru berdasarkan channel akuisisi, geografi, atau jenis produk. Model ini membantu menentukan campaign mana yang layak di-scale.

 

Mengelola LTV dan CAC dengan baik akan mengubah cara Anda melihat budget marketing. Ini bukan lagi soal besar-kecil anggaran, tapi tentang efisiensi dan keberlanjutan bisnis.

Jika brand Anda masih hanya mengandalkan ROAS, sekarang saatnya naik kelas. Yuk hubungi Kontak Redcomm dan coba berdiskusi cara terbaik mulai mengukur dan mengoptimalkan LTV & CAC Anda secara strategis.